Call For Paper Pendapatan Negara


STUDI MENINGKATNYA PENERIMAAN NEGARA DARI FREEPORT INDONESIA

Putri Mandasari
Progam Studi DIII Akuntansi Politeknik Keuangan Negara
STAN, Bintaro, Indonesia
putrimandasarii11@gmail.com



1.    PENDAHULUAN
Globalisasi merupakan hal yang tidak dapat dipungkiri, dicegah dan dihindari. Globalisasi mengharuskan setiap individu bahkan suatu negara terseret masuk didalamnya. Salah satu dampak globalisasi adalah berkembangnya seluruh negara di dunia, sehingga suatu negara yang tidak dapat berkembang dengan baik akan mengalami keterbelakangan dari negara lain. Perkembangan ini di dorong oleh beberapa faktor di segala bidang kehidupan, terkhusus bidang ekonomi. Semakin tinggi pendapatan per kapita, maka semakin terjamin perkembangan negara tersebut. Oleh karena itu, negara perlu mencari sumber pendapatan baru yang dapat menambah penerimaan negara.
Salah satu hal yang berpotensi untuk menambah pendapatan negara adalah meningkatkan kepemilikan mayoritas saham PT Freeport Indonesia (PTFI) yang sudah sekitar 50 tahun berdiri di Indonesia. Baru – baru ini kesepakatan baru pemerintah dengan PTFI menjadi topik hangat karena berpotensi sebagai sumber pendapatan baru, mengingat kontrak PTFI sendiri akan habis pada tahun 2021. Oleh karena itu, paper ini membahas bagaimana potensi yang dimiliki dan dampak dalam penerimaan negara apabila dilakukan peningkatan saham milik pemerintah dalam PTFI.
2.    PERMASALAHAN

Gambar 2.1 PT Freeport Indonesia (katadata.co.id)
Freeport telah lama berdiri di Indonesia sekitar lima puluh  tahun dengan status merupakan miliki negara asing. Freeport mulai mencoba masuk di bumi nusantara pada tahun 1967 saat Presiden Sukarno digantikan Presiden Soeharto yang membuka pintu investasi lebar – lebar. Peristiwa divestasi sebenarnya sudah dimulai saat kontrak kedua terjadi. Namun dilalah Presiden Soeharto yang menerbitkan PP No 20 Tahun 1994 yang menyatakan perusahaan asing bisa memiliki saham hingga seratus persen dan divestasi pun gugur secara otomatis. Divestasi tersebut seakan hilang sampai akhirnya Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Undang – Undang Mineral dan Batu Bara Nomor 4 Tahun 2009 yang menekankan wajib divestasi dan perubahan rezim perusahaan tambang dari kontrak menjadi izin usaha pertambangan khusus. Namun upaya renegosiasi dan divestasi tak kunjung rampung.          Perubahan peraturan yang sering dilakukan Indonesia pun juga dapat membawa risiko yang tidak kecil bahkan jika salah dalam bertindak, pemerintah Indonesia bisa berakhir di peradilan arbitrase Internasional karena dianggap mencederai prinsip sakralitas kontrak.
Freeport ini berakhir pada tahun 2021. Namun, tidak ada alasan bagi Freeport untuk tidak memperpanjang kontraknya. Hal ini didukung dalam kontrak pasal 31 ayat 2 yang menyatakan bahwa pemerintah tidak akan menahan atau menunda persetujuan secara tidak wajar. Sesuai yang dijelaskan Prof. Mahfud MD di acara talkshow TVOne, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini menyebutkan bahwa negosiasi merupakan jalan terbaik. Selain itu, Prof. Joseph E. Stiglizt, peraih Nobel ekonomi, menyatakan bahwa renegosiasi adalah cara untuk mendapatkan bagi hasil yang lebih adil, bukan nasionalisasi.
Tahun 2014, upaya divestasi kembali dibangkitkan oleh Presiden Joko Widodo. Selama 3,5 tahun, tim yang dibentuk presiden aktif negosiasi ke Freeport McMoran untuk mengakui 51 persen saham PT Freeport Indonesia.
3.    SOLUSI
Gambar 3.1 Menteri ESDM Ignasius Jonan (kiri), Menteri Keuangan Sri Mulyani (kedua kiri), Menteri BUMN Rini Soemarno (kedua kanan) dan Menteri LHK Siti Nurbaya (kanan) menyaksikan penandatanganan Head of Agreement divestasi PT Freeport Indonesia oleh Direktur Utama PT Inalum Budi Gunadi (ketiga kanan) dan Presiden Direktur Freeport McMoran, Richard Adkerson (ketiga kiri) di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Kamis (12/7). (katadata.co.id)
 

Baru – baru ini, pemerintah Indonesia berhasil menjadi pemegang saham mayoritas PT Freeport Indonesia (PTFI) yang selama 51 tahun terakhir telah dikendalikan orang asing, sehingga kepemilikikan mayoritas kembali ke Indonesia. Hal ini resmi menjadi kesepakatan antara pemerintah Indonesia dan Freeport McMoran dengan ditandatanganinya penjanjian pendahuluan berbentuk Head of Agreement (HoA) tanggal 27 September 2018. Sesuai isi kesepakatan tersebut bahwa pemerintah Indonesia akan memperoleh kepemilikan saham sebesar 51 persen melalui PT Inalum. Untuk memperoleh peningkatan saham tersebut Inalum harus mengeluarkan dana sebesar $3,85 miliar atau  Rp 54 triliun. Sebesar $3,5 miliar untuk membeli hal partisipasi PT Rio Tinto di PTFI dan sebesar $350 juta untuk membeli saham FCX di PT Indocopper Investama sebesar 9,36 persen.
Sejalan dengan perkataan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati (27/9/18) memastikan bahwa penerimaan negara dari PTFI secara agregat lebih besar. Divestasi ini akan mempengaruhi baik dalam bidang perpajakan maupun PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak)
CNBC Indonesia melansirkan rangkuman dari berbagai informasi Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) keuntungan pemerintah Indonesia akan kesepakatan ini, sebagai berikut
Pertama, kontribusi PTFI ke Indonesia meningkat baik berupa pajak atau penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan menjadi salah satu pembayar pajak terbesar di Indonesia. Kedua, PTFI dapat menyediakan 29 macam lapangan kerja dengan jumlah karyawan mencapai 7.028, yang mana 2888 adalah warga Papua. Ketiga, dengan perjanjian divestasi ini pemerintah lokal Papua akan diberikan 10 persen dari penerimaan 51 persen saham Indonesia di PTFI. Keempat, laba bersih PTFI yang rata – rata mencapai $ 2 miliar per tahun dapat digunakan untuk menutup pengeluaran dana PT Inalum sebesar $ 3,85 miliar setelah tahun 2022. Kelima, Indonesia memiliki kendali atas cadangan terbukti dan terkira di lapangan PTFI  yang secara kasar bernilai Rp 2.400 triliun yang terdiri dari 38,6 miliar pound tembaga, 33,8 juta ounce emas, dan 156,2 juta ounce perak.
Yang terpenting, keuntungan – keuntungan tersebut akan pemerintah dapat apabila dilaksanakan dengan bersih dari semua praktik korupsi. Maka dari itu, perlu pengawasan yang ketat dan integritas setiap pihak terkait dalam pelaksanaan megatransaksi ini.